Ku Hadang
Rembulan
seiring redupnya
mentari
berhembuslah
pawana yang mengetarkan sikejut
seakan pawana
ingin berpesan
agar aku kembali
ke pondok tua itu
namun, pesona
sikejut selalu menggoda netraku
untuk selalu
memandang dirinya
wajar, sebab ia
merupakan flora yang unik
kini pawana
menubruk kulitku lebih kencang
menandakan
rembulan akan hadir
tapi, aku tak
ingin beranjak meninggalkan sikejut sendirian
ku
coba mengadu pada pak tua di ujung jalan sana
namun,
ia tak dapat membantu
ku
adukan lagi pada fauna yang melintas
lagi-lagi
tak ada solusi yang terlintas dari lidahnya
hingga awan
merasa patos kepadaku
dan mengirim
hujan untuk menghadang rembulan
oleh : AIFS
Depok, 29 juli
2016 (04.43 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar