Kelas : 3PA02
Npm : 11514069
I. MATERI RET
A. Rational Emotive Therapy (RET)
1. Latar belakang
Rational Emotive Therapy
(RET) dikembangkan oleh
seorang eksistensialis Albert Ellis pada tahun 1962. Aliran ini
dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami manusia
sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya sendiri dan
sadar akan objek yang dihadapinya. Manusia
adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan, yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafsu, dan berkehendak (Willis, 2004)
Pada awalnya, para ahli psikologi klinis sering mengkususkan diri dalam
bidang konseling perkawinan dan keluarga. Albert Ellis sendiri awalnya
mendapatkan pendidikan dalam psikoanalisa. Namun, dalam prakteknya Ellis merasa
kurang meyakini psikoanalisa yang dianggap ortodoks. Oleh karena itu,
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya dalam teori belajar behavioral, kemudian ia mengembangkan
suatu pendekatan sendiri yang disebut rational
emotive therapy. (Surya, 2003)
RET
menolak pandangan aliran psikoanalisis,
aliran ini berpandangan bahwa peristiwa dan
pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Menurut Ellis
emosional timbul tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa
atau pengalaman. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seseorang
yang bersifat irasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya. (Willis, 2004)
Konsep
dasar RET yang dikembangkan oleh Albert Ellis adalah sebagai berikut (Willis, 2004):
a. Pemikiran
manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang
sehat maupun yang tidak bersumber dari pemikiran itu.
b. Manusia
mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional. Dengan pemikiran rasional
dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional.
c. Pemikiran
irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan
pengaruh budaya.
d. Pemikiran
dan emosi tak dapat dipisahkan
e. Berpikir
logis dan tidak logis dilakukan dengan simbol-simbol bahasa
f. Pada
diri manusia sering terjadi self-verbalization.
Yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada dirinya.
g. Pemikiran
tak logis-irrasional dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dengan
reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri
melalui emosionalnya. Ide-ide irrasional bahkan dapat menimbulkan neurosis dan
psikosis.
2. Konsep
pokok
Ellis
memandang bahasa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang
mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang
negative seperti kecemasan, rasa berdosa, permusushan, dsb. Para penganut teori
RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang
dilakukan. (Surya, 2003)
Unsur
pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua
proses yang terpisah. Menurut Ellis, pikiran dan emosi merupakan dua hal yang
saling bertumpang tindih dann dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait.
Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses
sikap dan kognitif yang instrinsik. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya,
dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran. Pandangan yang
penting dari teori rasional-emotif adalah konsep bahwa banyak pelaku emosional
adalah konsep bahwa pada “seftak” atau “omong diri”.
Selanjutnya
Ellis (Shertzer & Stone, 1980, 175-176) mengemukakan ada 12 pikiran tak
rasional (ide rasional) yang dapat menimbulkan perilaku neurotis atau psikotis,
Keduabelas ide irasional itu adalah (Surya, 2003) :
a. Ide Irasional 1 : Bahwa manusia
yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh
orang lain disekitarnya setiap saat.
b. Ide Irasional 2 : Bahwa sesorang
yang hidup dalam masyarakat harusmemprsiapkan diri secara kompeten, adekuat
agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna masyarakat.
c. Ide Irasional 3 : Bahwa banyak
orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik , merusak, jahat ataupun kejam
dan oleh karena itu patut disalahkan, dihukum setimpal dengan dosanya.
d. Ide Irasional 4 : Bahwa kehidupan
manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana
yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh
manusia dalam hidupnya.
e. Ide Irasional 5 : Bahwa ketidak
senangan atau penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan
eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk
mengontrol perasaan-perasaan depresi atau yang bertentangan.
f. Ide Irasional 6 : Bila ada sesuatu
atau peristiwa yang berbahaya atau menakutkan, maka individu harus berusaha
keras untuk menghadapi dan mangatasi depresi atau yang bertentangan.
g. Ide Irasional 7 : Bahwa lebih
mudah buntuk menjauhi kesulitan kesulitan hidup tertentu dan tanggung jawab
diri daripada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya hanya untuk menghargai
bentuk disiplin diri.
h. Ide Irasional 8 : Bahwa sisa-sisa
pengalaman masa lalu semuanya sangat penting karena hal itu berpengaruh sangat
kuat bterhadap kehidupan individu dan menetukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang
i. Ide Irasional 9 : Bahwa individu
akan lebih baik untuk menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu; dan
bahwa sesuaru situasi atau peristiwa akan dipandang sebagai hal membahayakan
jika tidak secepatnya ditemukan pemecahan yang baik terhdap kehidupan yang
bertentangan.
j. Ide Irasional 10 : Bahwa indivisu akan
mencapai kebahagiaan hidup dengan menyenangkan dirisendiri
k. Ide Irasional 11 : Bahwa individu akan
mencapai suatu derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang
menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya.
l.
Ide Irasional 12 : Bahwa individu secara
umum mempunyai nilai dan sebagai manusia dan penerimaan diri untuk
tergantung dari kebaikan penampilan
individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu
Teori kepribadian A-B-C-D-E
Salah satu teori utama mengenal kepribadian
yang dikemukakan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive Therapy adalah apa yang
disebut “Teori A-B-C-D-E”. Teori ini adalah merupakan sentral dari teori dan
praktek RET.
Secara umum Teori A-B-C-D-E dapat
dijelaskan pada bagan sebagai berikut (Surya, 2003):
|
Komponen
|
Proses
|
A
|
Activity, or Action, or Agent.
Hal-hal, situasi, kegiatan atau
peristiwa yang mendahului atau yang mengerakkan individu (Antecedent or
activating events).
|
External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
|
iB
rB
|
Irrational beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal
(A).
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan
yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A).
|
Self-verbalizations: terjadi dalam diri
individu, yakni apa secara terus menerus ia katakan berhubungan dengan A
terhadap dirinya.
|
iC
rC
|
Irrational Consequences, yaitu
konsekuensi-konsekuensi irasional atau tidak layak yang berasal dari (A).
Rational or reasonable Consequences, yakni
konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari
(rB=keyakinan yang rasional).
|
Rational belefs, yakni keyakinan-keyakinan
yag rasiional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian-kejadian
eksternal (A).
|
D
|
Dispute irrational beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan irasional dalam dri individu saling bertentangan (disputing).
|
Validate or invalidate self-verbalization: yakni
suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
|
CE
BE
|
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek
kognitif yang terjadi dari pertentangan (disputing)
dalam keyakinan-keyakinan irasional.
Behavioral Effect of Disputing, yakni efek
dalam perilaku yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinan-keyakinan
irasional diatas.
|
Change self-Verbalization, terjadinya
perubahan dalam verbalisasi daripada ndividu.
Change Behavior, yakni terjadinya perubahan
perilaku dalam diri individu.
|
Konsep teoritik A-B-C-D-E mengenai kepribadian
yang dikemukakan diatas, merupakan konsep utama baik dalam teori maupun dalam
praktek RET serta mempunyai kaitan yang erat dengan asumsi-asumsi filosofis
tentang hakekat manusia serta pandangan mengenai kepribadiannya. Kepribadian
menurut Ellis pada dasarnya terdiri atas kepercayaan, konstruk, atau sikap.
Apabila seorang ndividu mempunyai suatu reaksi emosional pada titik C
(konsekuensi emosional), setelah terjad kegiatan atau peristiwa atau
pengalaman, hal itu menyebabkan suatu sistem kepercayaan (pada titik B). A tidak
menyebabkan C tetapi sistem kepercayaan yang menjadi A menyebabkan C (Surya, 2003).
3.
Tujuan Konseling
RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah
sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan klien yang irrasional
menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi
diri yang optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri
seperti: benci, takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah, sebagai akibat
berpikir yang irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat
menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri,
nilai-nilai, dan kemampuan diri (Willis, 2004).
Tujuan
utama konseling rasional-emotif berdasarkan konsep teoritik dari RET (Surya, 2003):
1.
Memperbarui
dan merubah sikap, persepsi dan cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang
irasional dan logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan
diri, meningkatkan self actualizationnya
seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2.
Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti : rasa takut,
rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa marah, sebagai konseling dari
cara berpikir keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan mengajar klien
untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan
kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
Secara lebih
khusus Ellis (dalam Corey, 19867; 215) menyebutkan bahwa
dengan terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi yang ditandai dengan:
a.
Minat kepada diri sendiri
b.
Minat sosial
c.
Pengarahan
diri
d.
Toleransi
terhadap pihak lain
e.
Fleksibilitas
f.
Menerima
ketidakpastian
g.
Komitmen
terhadap sesuatu diluar dirinya
h.
Berpikir
ilmiah
i.
Penerimaan
diri
j.
Berani
mengambil resiko
k.
"Non utopianism" yaitu menerima
kenyataan.
Sebagai suatu bentuk
hubungan yang bersifat membantu (helping
relationship), terapi rational-emotif mempunyai karakteristik sebagai
berikut (Surya, 2003):
1.
Aktif-direktif artinya bahwa dalam hubungan konseling
atau terapeutik, terapis/konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dan
memecahkan masalahnya.
2.
Kognitif-eksperiensial
artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari
klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3. Emotif-eksperiensial artinya bahwa hubungan yang dibentuk juga
harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan
emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari
gangguan tersebut.
4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus
menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri klien.
5.
Kondisional, artinya bahwa hubungan dalam terapi
rasional-emotif dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap
klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi
konseling.
Konseling
rasional-emotif (Surya, 2003) secara esensial pada
dasarnya merupakan proses terapeutik behavioral yang aktif-direktif serta
mementingkan aspek kognitif, dengan intensitas hubungan antara konselor dan
klien yang agak kurang. Konseling rasional-emotif juga merupakan suatu “proses
edukatif” sehingga peranan konselor yang utama ialah mengajar klien cara-cara
memahami dan merubah diri. Albert Ellis (1973), memberikan gambaran tentang apa
yang dapat dilakukan oleh seorang praktisi rational-emotif antara lain:
1. Mengajak,
mendorong klien menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan-gangguan
emosional dan perilaku
2. Menantang
klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional
3. Menunjukkan
kepada klien azas logis dalam berpikirnya
4. Menggunakan
analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional klien
5. Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah “inoperatif” dan bahwa hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien
pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional
6. Menggunakan
absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien
7. Menjelaskan
kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkan kembali atau
disubstitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik
melatarbelakangi kehidupan klien
8. Mengajarkan
klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, objektif dalam
berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dam menghayati
diri sendiri bahwa ide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya akan membantu
perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan
dirinya.
4.
Proses
Terapi (Konseling)
Ada
beberapa proses terapi (konseling) dalam RET yaitu (Willis, 2004):
1. Konselor
berusaha menunjukkan klien kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan
keyakinan irrasional, dan
menunjukkan bagaimana klien harus bersikap rasional dan mampu memisahkan
keyakinan irrasional dengan rasional.
2. Setelah
klien menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran irrasional, maka
konselor menunjukkan pemikiran klien yang irrasional, serta klien berusaha
mengubah kepada keyakinan menjadi rasional.
3. Konselor
berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya,dan konselor
berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan dan
perusakan diri.
4.
Proses terakhir
konseling adalah konselor berusaha menantang klien untuk menge,bangkan
filosofis kehidupannya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irrasional dan
fiktif.
Beberapa komponen penting dalam perilaku
irrasioanal dapat dijelaskan dengan simbol-simbol berikut :
A = Acctivating
Event atau peristiwa yang menggerakkan individu
iB = Irrational
Belief, keyakinan irrasional terhadap A
iC = Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran irrasional terhadap emosi,melalui self – verbalization.
D = Dispute
irrational belief, keyakinan yang saling bertentangan.
CE = Cognituve Effect, efek kognitif
yang terjadi karena pertentangan dalam keyakinan irrasional
BE = Behavioral Effect, tejadi
perubahan perilaku karena keyakinan irrasional.
5. Teknik Konseling
Teknik Rational Emotif Terapi (Surya, 2003) menggunakan berbagai
teknik yang bersifat kognitif, afektif dan behavioral yang disesuaikan dengan
kondisi klien.
1. Teknik emotif (afektif)
a. Teknik
Assertive Training, yaitu teknik yang
digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
Latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Teknik sosio drama, yang digunakan untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang didramatisir sedemikian rupa sehingga klien
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun
melalui gerakan-gerakan dramatis.
c. Teknik ‘Self modeling’ atau ‘diri sebagai
model’, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar ‘berjanji’ atau
mengadakan ‘komitmen’ dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau
perilaku tertentu. Dalam self modeling
ini, klien diminta untuk tetap setia pada janjinya dan secara terus-menerus
menghindarkan dirinya dari perilaku negatif.
d. Teknik
Imitasi, yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan
secara terus-menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
2. Teknik Behavioristik
Konseling Rasional-Emotif banyak meggunakan terapi behavior terutama
dalam memodifikasi perilaku-perilaku negatif dari klien dengan mengubah
akar-akar keyakinannya yang tak rasional dan tak logis.
a. Teknik
Reinforcement (penguatan), yakni
teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional
dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment
(hukuman). Teknik ini dimaksud kan membongkar sistem nilai dan keyakinan yang
irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan
memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan
sistem nilai yang diharapkan kepadanya
b. Teknik Social Modeling, (pemodelan sosial),
yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada klien.
Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara peniruan, mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dengan
model sosial yang dibuat itu. Dalam teknik ini, konselor mencoba mengamati
bagaiman proses klien mempersepsi, menyesuaikandirinya dan menginternalisasikan
norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah
disiapkan oleh konselor atau terapis.
c. Teknik Live Models (model dari kehidupan
nyata), yang digunakan untuk menggambar perilaku-perilaku tertentu, khususnya
situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial,
interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
3. Teknik
Kognitif
Teknik–teknik konseling atau terapi berdasarkan
pendekatan kognitif memegang peranan utama dalam konseling rasional-emotif.
Teknik –teknik ini digunakan dengan maksud untuk mengubah sistem keyakinan yang
irasional klien serta perilaku-perilakunya yang negatif dengan teknik ini klien
didorong dan memodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara
yang rasional dan logis sehingga klien dapat bertindak atau berperilaku sesuai
sistem nilai yang diharapkan baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
a. Home Work Assigment
(pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan tugas-tugas rumah
untuk melatih, membiasakan diri serta meng internalisasikan sistem nilai
tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang
diberikan. Klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide serta
perasaan-perasaan yang irrasional dan ilogis dalam situasi-situasi tertentu,
mempraktekkan respons-respons tertentu, berkonfrontasi dengan verbalisasi dari
yang mendahului, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan. Selanjutnya pelaksanaan Home Work Assigments yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien
dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor dikantor, disekolah, atau
ditempat lain. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan
mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri
serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien serta mengurangi
ketergantungan kepada konselor atau terapis.
b. Teknik Assertive. Teknik ini digunakan untuk
melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang
diharapkan melalui; role playing atau
bermain peran, rehearsal atau latihan, dan social
modeling atau meniru model-model sosial.
John L.Shelton (1977)
mengemukakan bahwa maksud utama teknik Assertive
Training adalah untuk:
a) mendorong
kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya,
b) membangkitkan
kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi
hak asasi orang lain,
c) mendorong
kepercayaan pada kemampuan diri sendiri,
d) meningkatkan
kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya
sendiri.
Dalam mengaplikasikan berbagai teknik konseling rasional-emotif, Albert
Ellis menganjurkan untuk menggunakan dan menggabungkan beberapa teknik tertentu
sesuai dengan permasalahn yang dihadapi klien. Hanya Ellis menyarankan agar
teknik Home Work Assigment perlu
digunakan sebagai syarat utama untuk sesuai terapi atau konseling yang tuntas.
Selanjutnya dikatakan Ellis bahwa meskipun pada mulanya terapi
rasional-emotif dimaksudkan untuk mendorong individu yang mengalami gangguan,
akan tetapi dapat pula digunakan untuk membantu orang dalam mengurangi
kecemasan dan permusuhan serta berguna untuk membantu mewujudkan diri individu.
Bagi para konselor sekolah, terapi rasional-emotif akan sangat membantu karena
pada dasarnya terapi rasional-emotif lebih menggunakan model edukatif dari pada
model psikodinamik atau model medik. Dengan demikian para konselor sekolah
dapat menggunakannya bagi siswa-siswa normal disekolah.
Daftar Pustaka
Surya, M. (2003). Teori-teori
konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy.
Willis, S. S. (2004). Konseling individual teori
dan praktek. Bandung: Alfabeta.
II. contoh VIDEO RET
III. Analisis video
Loli merupakan salah satu siswi SMA yang kini sedang duduk di kelas 11. Dia pun terkenal sangat berprestasi, periang dan banyak memiliki teman di sekolahnya. Namun ketika di tinggal meninggal oleh pacarnya, sifat Loli menjadi berubah. Kini Loli sering terihat murung, sedih dan suka menyendiri serta suka menangis tanpa sebab. Hal ini berdampak pada keseharinnya di sekolah dan di rumah, akibanya nilainya menurus, prestasinya makin memburuk dan malas belajar. Tentunya hal ini membuat semua pihak bertanya-tanya. Hingga, pada saat jam istrahat guru BK memangilnya untuk melakukan proses wawancara di ruang BK.
Awalanya guru BK menjelaskan ada hal apa yang membuat
kenapa Loli di panggil ke ruang BK. Namun Loli masih enggan dan malu untuk
bercerita sama guru BK nya. Gurunya pun membujuk secara perlahan untuk
menceritakan hal apa yang sedang Loli alami serta berjanji akan mendengarkan
semua keluh kesahnya. Akhirnya Loli berani menceritakan hal apa yang
menjadikannya menjadi berubah seperti saat ini.
Loli merasa bersalah karena menurutnya, dia lah yang
menjadi penyebab pacarnya meninggal. Kronologinya saat itu, Loli menyuruh
pacarnya menjemput dirinya namun ketika hampir tiba di lokasi pacarnya tersebut
tertabrak di hadapan Loli, dan ketika hendak di bawah oleh ambulan, pacarnya
meninggal dalam perjalanan. Hal inilah yang Loli sesali, jika seandainya saat
itu dirinya tidak meminta pacarnya menjemput dirinya pasti pacarnya masih
hidup.
Setelah mendengarkan cerita dari Loli, gurunya pun
kembali menenangkan Loli dan memberi nasehat kepada Loli, dengan cara merubah mindset Loli yang seakan-akan selalu
membeci dirin dan ingin mengakhiri hidupnya. Gurunya memberikan pengarahan jika
seandainya Loli mengahiri hidupnya itu bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah, namun membuat masalah baru. Gurunya pun meminta Loli untuk menerima
realitas yang ada dan harus membuka diri untuk berbagi cerita kepada orang tua
Loli sendiri.
Di akhir wawancara guru Loli meminta Loli untuk sesering
mungkin berbicara dengan diri sendiri di hadapan cermin, terus ungkapkan semua
apa yang Loli alami agar perasaan Loli semakin ringan dan tidak bersedih serta
menyalahkan dirinya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar